HALUANBANTEN.COM - Ketegangan atas pertumpahan darah dan pertikaian politik antara Israel dan Palestina pun meningkat menjelang bulan Ramadhan.
Di kota tua Yerusalem dan lingkungan Palestina di sekitarnya, persiapan bulan Ramadhan juga berlangsung sama seperti di Indonesia.
Rangkaian lampu dan lampion yang meriah terlihat berjejer di pertokoan Yerusalem Palestina untuk menyambut matahari terbenam saat waktu buka puasa Ramadhan tiba.
Sementara toko-toko manisan dan pembuat roti sibuk membuat qatayef, sebuah pangsit goreng berisi krim atau keju manis yang sering dimakan selama bulan Ramadhan.
Namun, jika di Indonesia menantikan bulan Ramadhan dengan tak sabar, orang-orang yang tinggal di Yerusalem harus merasa khawatir akan meningkatnya kekerasan.
Kekhawatiran itu dirasakan oleh warga Palestina bukannya tanpa alasan.
Sejak bulan Januari lalu, setidaknya ada 88 warga Palestina, di mana setengahnya adalah militan dan setengahnya warga sipil telah tewas terbunuh.
Tak hanya itu saja, terdapat 16 warga Israel di mana 15 di antaranya adalah warga sipil yang juga harus meregang nyawa.
Baca Juga: Google Akhirnya Merilis Bard Saingan ChatGPT, Apakah Indonesia Sudah Bisa Coba?
Berdasarkan data kelompok hak asasi manusia, fakta itu menjadikan tahun 2023 sebagai awal tahun paling mematikan di Yerusalem Timur dan Tepi Barat dalam dua dekade terakhir.
Pertumpahan darah itu telah menimbulkan spekulasi bahwa wilayah tersebut berada di bawah intifada ketiga, alias pemberontakan Palestina.
Dan sebenarnya, kekerasan yang terjadi selama bulan Ramadhan itu bukanlah yang pertama kali terjadi.
Setiap tahunnya di bulan Ramadhan, Bukit Bait Suci Yerusalem, atau yang dikenal dengan nama Masjidil Haram Al-Sharif atau Masjidil Aqsa yang berada di bawah kendali Israel selalu menjadi sorotan.
